Suatu hal nista yang baru aja eke bikin. eke pikir, "ahh... ini tidak begitu bagus"
Tapi, pada akhirnya eke posting juga =="
well, another yaoi stuff. ummm.. "i'm not a dreamer or a writer also" *ngikut-ngikut si R*na, dengan perubahan yang telah disesuaikan =="
Farewell
Cast: AdamxShota
Genre: *au ahh..
Rating: *skip aje
Aku mencintaimu, dua buah kata yang teramat singkat namun
sulit untuk di ucapkan. Ketika melihat mu air mataku mengalir, karena perasaan
kuat yang selalu saja bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu…
Aku tahu betul, seorang laki-laki tidak seharusnya memiliki
ketertarikan kepada laki-laki lain. Kenyataannya pun aku merasakan mual saat
memikirkan hal itu, laki-laki yang menyukai sesama jenisnya.
Tetapi orang itu berbeda, sebuah pengecualian karena ia special.
Seorang laki-laki jangkung yang memiliki daya tarik magis, mampu membuat kepala
ku pening karena selalu mimikirkan sosoknya.
Dari waktu ke waktu, selalu terbalut oleh celana panjang
berwarna gelap dan kaus lengan pendek bergambarkan wajah dari band-band tua
yang terkenal.
Wajah dingin tanpa ekspresi dan kulitnya yang putih pucat mencecapkan
sebuah perasaan getir yang manis saat memandanginya diam-diam dari kejauhan.
Aku mencintainya, begitu indah dan berharga. Layaknya sebuah
velvet yang tidak dapat ku jangkau. Sejauh apapun kurentangkan tanganku, velvet
itu selalu lebih tinggi dariku, terlalu jauh dari jangkauan jemariku. Membuatku
jatuh dalam frustasi yang tidak berujung.
“KLIK”
Shota menutup jendela word yang tengah kupakai untuk
mengetik. Ku putar kepalaku agar dapat melihat sosoknya yang tengah berdiri di
belakangku. Raut mukanya memperlihatkan ekspresi masam yang tak pantas berada
pada wajah sensualnya.
Ku kecup lembut sebagian dari dagu Shota yang berada dalam
jangkauan ku. Tubuh orang ini tinggi sekali, bahkan untuk kebanyakan pria pada
umumnya
.
“aku tidak begitu suka dengan tragical love story. Berhentilah
menulis hal mengerikan seperti itu.” Kekasihku yang manis itu membuang muka,
mengalihkan pandangan matanya pada kehampaan di arah lain.
Bukankah ini sama
seperti kita?
“hmmm… maaf.” Ucapku pelan.
Shota masih berdiri di belakangku, pandangannya tetap
menerawang jauh ke dalam dunia yang tidak dapat ku masuki.
Aku tahu percintaan tragis selalu mampu membuat Shota
bermuka masa dan merajuk. Entah apa yang ia pikirkan saat membacanya, aku tidak
pernah mendapatkan jawaban untuk pertanyaan yang selalu ku tanyakan itu.
“Shou-chan?”
“hmm..” Shota bergumam tanpa melihatku.
“daisuki dayo..” ucapku sembari tersenyum, Shota menundukan
wajahnya dan membuat kedua mata kami saling bertemu. Sebuah lengkuangan berubah
menjadi senyum tipisnya yang manis. Shota mengusap rambutku pelan sebelum pergi
keluar. Meninggalkan ku sendirian di dalam kamar tanpa balasan dari pernyataan
suka ku.
Aku tahu, tanpa perlu diucapkan olehnya. Perasaan yang ia
rasakan, sama seperti yang kurasakan sekarang.
Aku membuka kembali document yang sempat ditutup olehnya.
“Adam.. telepon dari Nishimura-san.” Shota berdiri tepat di
depan pintu dengan gagang telpon yang ia sodorkan ke dalam. Tanpa keraguan aku bangun dan menghampiri
Shota, meraih gagang telepon dari tangannya.
“Moshi-moshi..”
“……….”
“ummm… sedang aku kerjakan.”
“…….”
“wakarimashita.”
“……”
“iie, daijoubu dessu. Nishimura-san juga terima kasih untuk
bantuannya selama ini.”
“……”
“haii.”
KLIK
“nee chotto Adam, akhir-akhir ini kau cukup dekat dengan
Nishimura-san.” Shota mengambil gagang telepon dari tangan ku, sebuah perasaan
dingin mengalir dari nada bicaranya.
“tentu, dia editor ku.” jawabku ringan. Aku tahu sekarang
bukan saat yang tepat untuk menguji kesabaran Shota.
Aku memperhatikannya yang berjalan menjauhi ku. Dengan getir
aku kembali duduk didepan PC yang selama ini telah memberikanku kenyamanan
dalam menjalani hubungan terlarangku dengan Shota.
Menulis adalah satu-satunya cara yang bisa mengurangi
depresi yang sering ku alami. Mencintai orang dengan fisik dan emosi yang sama
bukanlah sebuah perkerjaan yang mudah.
Nee Shota, apa yang
akan terjadi jika saja aku tidak jatuh cinta dengamu? Apakah aku akan mengencani
seorang gadis?
Shota, jika saja hidup
menjadi lebih mudah bagi kita berdua. Akankah kau memegang tanganku tanpa ragu
didepan kolega-kolegamu? Nee Shota?
“Gomen.” Shota lagi-lagi berdiri di depan pintu tanpa
kusadari.
“eh? Untuk?” tanyaku heran.
“ucapanku sebelumnya.. tentang Nishimura-san.” Shota mengucapkanya
dengan ekspresi dingin yang biasa.
“hmm.. daijoubu dessu.” Ku anggukan kepala ku pelan. Shota
tidak memperhatikanku dan langsung pergi begitu saja setelah menutup pintu dibelakangnya.
“hari ini, aku yang akan memasak makan malam.” Ku dengar
Shota berteriak dari depan pintu. “ada sesuatu yang ingin kau makan?” tanyanya
lagi.
“pasta.” Jawabku singkat. Aku mendengar Shota berjalan
menjauh. “aku ke konbini sebentar.” Ku dengar suara pintu ditutup dari
kejauhan.
Ku singkap tirai di depanku, memperhatikan Shota yang
berjalan pergi menjauh.
Shota.. Jika aku tidak
bertemu dengan mu sebelumnya. Mungkin, aku tidak akan pernah merasa bahagia
sepeti ini. Hanya dengan melihatmu saja, aku merasa mampu untuk hidup seribu
tahun lagi.
Naïve sekali jika
kukatakan, hidup denganmu adalah sebuah beban berkepanjangan. Pada kenyataanya
memang, tapi aku menyukai sakit dan bahagia yang kurasakan saat bersamamu.
Jika waktu bisa
kuhentikan, akan kuhentikan untuk kita berdua. Jadi kau dan aku bisa terus
seperti ini selamanya.
“ada yang terluka! Cepat panggil ambulan!” seorang laki-laki
berteriak dari arah jalan didepan apartemenku.
Eh..
Aku memiliki perasaan yang tidak nyaman dengan ucpannya. Segera
kuambil mantel dari atas kursi dan berlari disepanjang koridor, meninggalkan
pintu apatemen tidak terkunci. Aku berlari kea rah kerumunan orang yang tidak
jauh dari hadapanku.
“huahhh…. Yabai..” seorang laki-laki muda berkomentar kepada
teman disampingnya. Seorang ibu rumah tangga biasa membawa lari anaknya yang
masih duduk dibangku taman kanak-kanak menjauh. “nee, ada pengendara teler yang
menabrak seorang laki-laki yang tengah menyebrang jalan.” Ucap wanita muda di
sampingku. “heee… di jam-jam seperti
ini?” temannya yang lebih muda terlihat terkejut dan ketara sekali tertarik.
“sumimasen…” aku menerobos kerumunan orang yang mengerubungi
si penyebrang yang tertabrak. “sumi…”
Shota.
Terbaring kaku di pinggir jalan. Kubangan berwarna merah
pekat baru saja diciptakan olehnya. Sebuah luka yang dalam tertoreh menembus
tengkoraknya. Gumpalan berwarna putih kemerahan berada di sekitar kepalanya,
seperti kapas dari boneka yang robek.
Shota..
Air mata sama sekali tidak mengalir keluar dari kedua
mataku. Tubuhku sama sekali tidak bergetar ataupun menjadi mati rasa.
Shota..
Aku mundur perlahan, menjauhi keruman masa yang sekarang
dihalau oleh polisi patroli.
Nee.. Shota,
Dadaku begitu sakit,
Telinga ku mulai berdengung dengan hebatnya. Seorang laki-laki
paruh baya meliahatku dan berusaha untuk menahan tubuhku yang akan jatuh.
Pandanganku mulai gelap, aku tidak bisa merasakan maupun
mendengar suara-suara di sekitarku.
So, this is what we
call with farewell.
Nee Shota?
:momoDESSU!!