Saturday, 22 March 2014

Farewell

Suatu hal nista yang baru aja eke bikin. eke pikir, "ahh... ini tidak begitu bagus"

Tapi, pada akhirnya eke posting juga =="

well, another yaoi stuff. ummm.. "i'm not a dreamer or a writer also" *ngikut-ngikut si R*na, dengan perubahan yang telah disesuaikan  =="


Farewell

Cast: AdamxShota
Genre: *au ahh..
Rating: *skip aje

Aku mencintaimu, dua buah kata yang teramat singkat namun sulit untuk di ucapkan. Ketika melihat mu air mataku mengalir, karena perasaan kuat yang selalu saja bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu…

Aku tahu betul, seorang laki-laki tidak seharusnya memiliki ketertarikan kepada laki-laki lain. Kenyataannya pun aku merasakan mual saat memikirkan hal itu, laki-laki yang menyukai sesama jenisnya.

Tetapi orang itu berbeda, sebuah pengecualian karena ia special. Seorang laki-laki jangkung yang memiliki daya tarik magis, mampu membuat kepala ku pening karena selalu mimikirkan sosoknya.

Dari waktu ke waktu, selalu terbalut oleh celana panjang berwarna gelap dan kaus lengan pendek bergambarkan wajah dari band-band tua yang terkenal.

Wajah dingin tanpa ekspresi dan kulitnya yang putih pucat mencecapkan sebuah perasaan getir yang manis saat memandanginya diam-diam dari kejauhan.

Aku mencintainya, begitu indah dan berharga. Layaknya sebuah velvet yang tidak dapat ku jangkau. Sejauh apapun kurentangkan tanganku, velvet itu selalu lebih tinggi dariku, terlalu jauh dari jangkauan jemariku. Membuatku jatuh dalam frustasi yang tidak berujung.

 “KLIK”

Shota menutup jendela word yang tengah kupakai untuk mengetik. Ku putar kepalaku agar dapat melihat sosoknya yang tengah berdiri di belakangku. Raut mukanya memperlihatkan ekspresi masam yang tak pantas berada pada wajah sensualnya.

Ku kecup lembut sebagian dari dagu Shota yang berada dalam jangkauan ku. Tubuh orang ini tinggi sekali, bahkan untuk kebanyakan pria pada umumnya
.
“aku tidak begitu suka dengan tragical love story. Berhentilah menulis hal mengerikan seperti itu.” Kekasihku yang manis itu membuang muka, mengalihkan pandangan matanya pada kehampaan di arah lain.

Bukankah ini sama seperti kita?

“hmmm… maaf.” Ucapku pelan.

Shota masih berdiri di belakangku, pandangannya tetap menerawang jauh ke dalam dunia yang tidak dapat ku masuki.

Aku tahu percintaan tragis selalu mampu membuat Shota bermuka masa dan merajuk. Entah apa yang ia pikirkan saat membacanya, aku tidak pernah mendapatkan jawaban untuk pertanyaan yang selalu ku tanyakan itu.

“Shou-chan?”

“hmm..” Shota bergumam tanpa melihatku.

“daisuki dayo..” ucapku sembari tersenyum, Shota menundukan wajahnya dan membuat kedua mata kami saling bertemu. Sebuah lengkuangan berubah menjadi senyum tipisnya yang manis. Shota mengusap rambutku pelan sebelum pergi keluar. Meninggalkan ku sendirian di dalam kamar tanpa balasan dari pernyataan suka ku.

Aku tahu, tanpa perlu diucapkan olehnya. Perasaan yang ia rasakan, sama seperti yang kurasakan sekarang.
Aku membuka kembali document yang sempat ditutup olehnya.

“Adam.. telepon dari Nishimura-san.” Shota berdiri tepat di depan pintu dengan gagang telpon yang ia sodorkan ke dalam.  Tanpa keraguan aku bangun dan menghampiri Shota, meraih gagang telepon dari tangannya.

“Moshi-moshi..”

“……….”
“ummm… sedang aku kerjakan.”

“…….”

“wakarimashita.”

“……”

“iie, daijoubu dessu. Nishimura-san juga terima kasih untuk bantuannya selama ini.”

“……”

“haii.”

KLIK

“nee chotto Adam, akhir-akhir ini kau cukup dekat dengan Nishimura-san.” Shota mengambil gagang telepon dari tangan ku, sebuah perasaan dingin mengalir dari nada bicaranya.

“tentu, dia editor ku.” jawabku ringan. Aku tahu sekarang bukan saat yang tepat untuk menguji kesabaran Shota.

Aku memperhatikannya yang berjalan menjauhi ku. Dengan getir aku kembali duduk didepan PC yang selama ini telah memberikanku kenyamanan dalam menjalani hubungan terlarangku dengan Shota.

Menulis adalah satu-satunya cara yang bisa mengurangi depresi yang sering ku alami. Mencintai orang dengan fisik dan emosi yang sama bukanlah sebuah perkerjaan yang mudah.

Nee Shota, apa yang akan terjadi jika saja aku tidak jatuh cinta dengamu? Apakah aku akan mengencani seorang gadis?

Shota, jika saja hidup menjadi lebih mudah bagi kita berdua. Akankah kau memegang tanganku tanpa ragu didepan kolega-kolegamu? Nee Shota?

“Gomen.” Shota lagi-lagi berdiri di depan pintu tanpa kusadari.

“eh? Untuk?” tanyaku heran.

“ucapanku sebelumnya.. tentang Nishimura-san.” Shota mengucapkanya dengan ekspresi dingin yang biasa.

“hmm.. daijoubu dessu.” Ku anggukan kepala ku pelan. Shota tidak memperhatikanku dan langsung pergi begitu saja setelah menutup pintu dibelakangnya.

“hari ini, aku yang akan memasak makan malam.” Ku dengar Shota berteriak dari depan pintu. “ada sesuatu yang ingin kau makan?” tanyanya lagi.

“pasta.” Jawabku singkat. Aku mendengar Shota berjalan menjauh. “aku ke konbini sebentar.” Ku dengar suara pintu ditutup dari kejauhan.

Ku singkap tirai di depanku, memperhatikan Shota yang berjalan pergi menjauh.

Shota.. Jika aku tidak bertemu dengan mu sebelumnya. Mungkin, aku tidak akan pernah merasa bahagia sepeti ini. Hanya dengan melihatmu saja, aku merasa mampu untuk hidup seribu tahun lagi.

Naïve sekali jika kukatakan, hidup denganmu adalah sebuah beban berkepanjangan. Pada kenyataanya memang, tapi aku menyukai sakit dan bahagia yang kurasakan saat bersamamu.

Jika waktu bisa kuhentikan, akan kuhentikan untuk kita berdua. Jadi kau dan aku bisa terus seperti ini selamanya.

“ada yang terluka! Cepat panggil ambulan!” seorang laki-laki berteriak dari arah jalan didepan apartemenku.

Eh..

Aku memiliki perasaan yang tidak nyaman dengan ucpannya. Segera kuambil mantel dari atas kursi dan berlari disepanjang koridor, meninggalkan pintu apatemen tidak terkunci. Aku berlari kea rah kerumunan orang yang tidak jauh dari hadapanku.

“huahhh…. Yabai..” seorang laki-laki muda berkomentar kepada teman disampingnya. Seorang ibu rumah tangga biasa membawa lari anaknya yang masih duduk dibangku taman kanak-kanak menjauh. “nee, ada pengendara teler yang menabrak seorang laki-laki yang tengah menyebrang jalan.” Ucap wanita muda di sampingku.  “heee… di jam-jam seperti ini?” temannya yang lebih muda terlihat terkejut dan ketara sekali tertarik.

“sumimasen…” aku menerobos kerumunan orang yang mengerubungi si penyebrang yang tertabrak. “sumi…”

Shota.

Terbaring kaku di pinggir jalan. Kubangan berwarna merah pekat baru saja diciptakan olehnya. Sebuah luka yang dalam tertoreh menembus tengkoraknya. Gumpalan berwarna putih kemerahan berada di sekitar kepalanya, seperti  kapas dari boneka yang robek.

Shota..

Air mata sama sekali tidak mengalir keluar dari kedua mataku. Tubuhku sama sekali tidak bergetar ataupun menjadi mati rasa.

Shota..

Aku mundur perlahan, menjauhi keruman masa yang sekarang dihalau oleh polisi patroli.

Nee.. Shota,
Dadaku begitu sakit,

Telinga ku mulai berdengung dengan hebatnya. Seorang laki-laki paruh baya meliahatku dan berusaha untuk menahan tubuhku yang akan jatuh.

Pandanganku mulai gelap, aku tidak bisa merasakan maupun mendengar suara-suara di sekitarku.

So, this is what we call with farewell.

Nee Shota?

:momoDESSU!!

No comments:

Post a Comment